Sebuah kasus penyakit darah tinggi menimpa seorang anak hingga tidak sadarkan diri. Ketika diperiksa, tekanan darahnya mencapai 215 mmHg. Air kencingnya berdarah dan matanya bengkak. Pasien itu langsung dibawa ke ruang perawatan intensif. Setelah dua hari dirawat, tensinya normal kembali. Prof. Nanan menyebut kasus itu sebagai krisis hipertensi. Hipertensi jenis ini harus cepat ditangani agar tidak menyerang otak. Krisis hipertensi adalah kondisi lonjakan darah yang mendadak.
Di beberapa tempat lain, diperkirakan juga terdapat kasus tersebut. Bahkan jumlah anak-anak penderita hipertensi di Indonesia ditaksir mencapai 1%-2% dari jumlah penduduk. Sedangkan di seluruh dunia, angkanya diperkirakan mencapai 3%. Yang mengkhawatirkan, penyakit itu bisa terbawa hingga dewasa. Lebih parah lagi, anak-anak berpotensi terkena penyakit jantung koroner. Penyakit ini menimpa 40% anak-anak yang mengalami hipertensi, kerusakan pada retina mata, serta gangguan ginjal dan otak.
Selain itu, juga bisa berisiko pada kemampuan belajar. Sebagian besar anak-anak hipertensi sulit menangkap pelajaran. Hal ini dibuktikan dengan studi Dokter Marc Lande dan koleganya dari University of Rochester Medical Center (URMC), New York, Amerika Serikat. Studi itu dimuat dalam jurnal Pediatrics, bulan lalu.
Lande meneliti 201 anak berusia 10-18 tahun. Mereka didiagnosis mengalami kenaikan tekanan darah tinggi dan berobat ke klinik hipertensi anak di URMC dalam tiga tahun terakhir. Dari jumlah itu, 101 di antaranya divonis menderita hipertensi. Sedangkan sisanya dinyatakan normal.
Setelah kemampuan belajar mereka diperiksa, ternyata kemampuan belajar penderita hipertensi lebih buruk daripada yang normal. "Rata-rata mereka memiliki masalah pada perhatian, memori, dan kurangnya fungsi eksekusi," ujar Lande.
Dokter Hananto Andriantoro, ahli hipertensi di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, mengakui bahwa anak-anak bisa terkena hipertensi. Namun penyebab hipertensi pada anak berbeda dari orang dewasa. Hipertensi pada anak lebih terkait, antara lain, dengan kelainan ginjal dan pembuluh darah. "Bisa juga karena adanya faktor gen tertentu," katanya.
Anak-anak bisa pula terkena hipertensi karena sang ibu mengalami kenaikan tensi pada saat hamil. Jika lahir, anaknya berisiko empat kali lebih besar terkena tekanan darah tinggi. Dalam beberapa kasus di Mayo Clinic, Amerika Serikat, hipertensi pun dapat diakibatkan perkembangan paru-paru yang kurang sempurna atau penyempitan aorta pada jantung. Penelitian terbaru yang dilakukan periset Universitas Brook, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa faktor stres juga menjadi pemicu hipertensi.
Hananto memperingatkan orangtua agar hati-hati menangani anak yang mengalami hipertensi. Sebab hipertensi bisa merusak otot jantung. Jika otot jantung rusak, kekuatan jantung memompa darah akan terganggu. Lama-kelamaan, pasien mengalami gagal jantung yang berujung kematian. Selain itu, juga dapat menyerang pembuluh darah. Pasien bisa terkena serangan jantung.
Terapinya, anak-anak diberi obat pengontrol tekanan darah, seperti yang digunakan pasien dewasa. Antara lain hidrokolotiazid, kaptopril, propanolol, dan klonidin. Obat-obat ini baru dapat diberikan jika telah diketahui secara pasti jenis penyakitnya. Hanya, dosisnya disesuaikan dengan usia dan berat badan si anak.
Kesehatan anak-anak pun harus terus dipantau. Sebab ada efek samping dari obat-obatan yang diberikan. Cairan tubuh dapat terganggu. "Makanya, perlu terus dimonitor," kata Nanan. Setelah pasien minum obat, tekanan darah akan turun. Tapi itu tidak berarti penyakitnya hilang.
gatra.com
Produk dan Peralatan kesehatan yang Anda butuhkan :
PERLENGKAPAN OLAHRAGA
PERALATAN MEDIS