Senin, 16 Juli 2012

Diposting oleh : Ermawati Darmika (Palopo, Sulawesi Selatan)


: Posted on Senin, 16 Juli 2012 - 01.13

Thalasemia
Thalasemia : Bisakah Dicegah?

Tanggal 8 Mei lalu diperingati sebagai Hari Thalasemia sedunia. Mungkin tidak banyak masyarakat yang mengenal Thalasemia, dan tidak menyadari bahwa diri dan keluarganya mengidap Thalasemia. Padahal dampak yang ditimbulkan penyakit ini sangat serius. Jika tidak tertangani dengan baik, akan berakibat kematian pada penderitanya.

Thalasemia merupakan kelainan genetik yang menyebabkan terganggunya produksi haemoglobin, sebuah protein yang ada di dalam sel darah merah. Penderita Thalasemia memiliki sel darah merah yang mudah rusak atau umurnya lebih pendek (23 hari) dibandingkan sel darah normal (120 hari), sehingga penderitanya akan mengalami anemia. Kecenderungan kasus Thalasemia pun terus meningkat. Berdasarakan data WHO, jumlah pembawa gen Thalasemia atau carrier pada tahun 2001 mencapai 7 % dari jumlah penduduk dunia.

Bagaimana dengan Indonesia? Ternyata Indonesia termasuk dalam kelompok yang berisiko tinggi Thalasemia. Prevalensi Thalasemia bawaan di Indonesia sekitar 3-8%. Jika prosentase Thalasemia 5% saja, dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari populasi 240 juta maka diperkirakan terdapat 3.000 bayi penderita Thalasemia lahir setiap tahunnya.

Penyakit bawaan

Thalasemia bukanlah penyakit menular, tapi dapat diturunkan. Berdasarkan cara penurunannya (hereditas), Thalasemia dibedakan menjadi tiga jenis. Jenis pertama adalah Thalasemia trait, atau sering disebut pula Thalasemia minor. Keadaan ini terjadi pada seseorang yang sehat, namun ia dapat menurunkan gen Thalasemia pada anak-anaknya. Meski kadang-kadang ada gejala anaemia, penderitanya bisa hidup sehat dan tidak memerlukan transfusi darah sepanjang hidupnya.

Jenis kedua adalah Thalasemia mayor. Ini terjadi bila kedua orangtua mempunyai pembawa sifat Thalasemia. Penderitanya memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya. Apabila penderita Thalasemia mayor tidak dirawat, maka hidup mereka biasanya hanya bertahan antara 1-8 tahun.

Jenis ketiga adalah Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara Thalasemia mayor dan minor. Penderita Thalasemia intermedia mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala. Penderitanya dapat bertahan hidup sampai dewasa.

Bagaimana Thalasemia itu diturunkan? Jika pasangan suami istri salah satunya menderita Thalasemia minor sedangkan yang satunya tidak, maka 50% kemungkinan pasangan itu memiliki keturunan yang menderita Thalasemia minor. Sebaliknya, apabila keduanya punya bawaan Thalasemia minor, maka kemungkinan pasangan itu memiliki anak yang lahir normal sebesar 25%, anak yang mengidap Thalasemia minor 50%, dan anak yang mengidap Thalasemia mayor 50%.

Lantas, bagaimana gejalanya? Anak yang terlahir dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir. Gejalanya baru dapat terlihat pada usia antara 3 – 18 bulan. Gejala Thalasemia sangat bervariasi diantaranya anaemia, pucat, sukar tidur, lemas, tidak nafsu makan dan infeksi berulang. Jantung pun akan menjadi lemah dan mudah berdebar-debar lantaran harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan haemoglobin.

Gejala lainnya adalah tulang yang menipis dan rapuh lantaran sum-sum tulang harus bekerja keras mengatasi kekurangan hemoglobin. Hal ini sering menyebabkan batang hidung penderita masuk kedalam dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley dan menjadi ciri khas Thalasemia mayor.

Sampai saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit Thalasemia. Yang bisa dilakukan untuk penderita Thalasemia, khususnya Thalasemia mayor, adalah menjaga stamina dan kesehatannya. Caranya dengan melakukan transfusi darah secara teratur sekali dalam empat minggu. Itu terus dilakukan sepanjang hayatnya. Namun, transfusi darah terus menerus juga mempunyai efek samping. Pada penderita Thalasemia yang mendapat transfusi darah rutin terjadi penumpukan zat besi. Biasanya di organ-organ vital antara lain jantung, hati dan paru-paru. Kalau itu dibiarkan, bisa mengakibatkan kegagalan fungsi organ-organ tersebut dan kematian.

Satu-satunya cara untuk mengeluarkan zat besi berlebih dari tubuh adalah dengan terapi khelasi zat besi. Caranya adalah dengan menyuntikkan obat bernama desferal (deferoxamine) lima sampai tujuh kali setiap minggu. Obat ini akan mengikat zat besi dari tubuh dan mengeluarkannya lewat air kemih.

Bisa dicegah

Beban penderita Thalasemia mayor memang sangat berat. Seumur hidupnya harus menjalani transfusi darah dan pengobatan. Rata-rata penderita Thalasemia menghabiskan dana sekitar 7 - 10 juta per bulan untuk pengobatan. Untuk itu, Thalasemia perlu mendapat perhatian khusus dan prioritas dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan dengan menjamin biaya pengobatan pasien Thalasemia melalui program jaminan pelayanan pengobatan Thalasemia, atau Jampelthas.

Jampelthas merupakan perluasan kepesertaan dari program Jamkesmas. Tata kelola dan mekanisme pembiayaannya serupa dengan Jamkesmas. Namun, penetapan kepesertaannya lebih sederhana. Pasien yang didiagnosis positif Thalasemia hanya perlu mendapatkan surat rekomendasi dari dokter dan akan diberikan kartu jaminan oleh Yayasan Thalasemia Indonesia (YTI). Biaya transfusi darah dan pengobatan pasien pemegang kartu Jampelthas akan ditanggung pembiayaannya oleh Pemerintah.

Namun, upaya penanganan Thalasemia sejatinya tidak boleh berhenti pada upaya-upaya kuratif dan pembiayaan saja. Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian risiko Thalasemia yang lebih sistematis juga perlu lebih diupayakan. Pengendalian faktor risiko dapat di mulai dari seseorang yang memiliki Thalasemia trait. Untuk mencegah terjadinya keturunan yang menderita Thalasemia, hindarilah perkawinan sesame pembawa sifat Thalasemia.

Tindakan preventif dan pengendalian penyakit tersebut harus segera disosialisasikan kepada masyarakat sedini mungkin terutama pada anak sekolah dan remaja.

www.antaranews.com

Produk dan Peralatan kesehatan yang Anda butuhkan :
PERLENGKAPAN OLAHRAGA
PERALATAN MEDIS

Share this article :

Copyright © 2013. Medical Line | Template by Full Blog Design | Proudly powered by Blogger
Medical Line