Selasa, 16 Oktober 2012

Diposting oleh : Ermawati Darmika (Palopo, Sulawesi Selatan)


: Posted on Selasa, 16 Oktober 2012 - 19.39

Guillain-Barre’ Syndrome
Berjuang Melawan Sindrom Guillain

Dua tahun sudah Shafa Azalia (5) berjuang untuk sembuh dari sindrom Guillain-Barre. Pada saat yang sama, orangtuanya berjuang memulihkan mental keluarga. Rabu (15/2) sore di teras Ruang ICU Anak Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM). Shafa bercengkerama dengan kakak dan ibunya. Wajahnya ceria meski selang ventilator masih tertancap di bagian lehernya. Ya, bocah manis penderita Guillain-Barre' Syndrome (GBS) itu kondisinya terus membaik setelah dirawat di RSCM sejak Agustus 2011. "Dia sudah bisa turun dari tempat tidur, mencopot ventilatornya sendiri, dan main di selasar rumah sakit meski sebentar. Dia anak yang hebat," ujar Zulkarnain (42), ayah Shafa, dengan raut wajah gembira.

Shafa terserang Guillain-Barre’ Syndrome sekitar tahun 2010. Tubuhnya tiba-tiba mengalami kelumpuhan. Belakangan, pernapasannya terganggu sehingga dia harus mengenakan alat bantu pernapasan. Dia dirawat selama tiga minggu di Ruang ICU RS St Carolus sebelum dipindahkan ke RSCM. Kisah Shafa sempat ditulis di berbagai media massa. Simpati publik dalam bentuk gerakan peduli GBS pun muncul.

Selain Shafa, ada beberapa bocah lainnya yang berjuang melawan GBS. Salah seorang di antaranya adalah Rayhan Naufaldi (12), warga Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Bocah ceria yang senang berlari ke sana kemari itu tiba-tiba mengalami kelumpuhan sekitar Oktober tahun lalu. Akibatnya, dia hanya bisa berbaring tak berdaya di atas ranjang. Penglihatannya pun menjadi kabur, hingga akhirnya gelap.

Setelah bolak-balik dirawat di rumah sakit selama periode Oktober-November 2011, kondisi Aldi–begitu dia dipanggil–berangsur membaik. Kini dia sudah bisa berdiri dan berjalan dari tempat tidur ke ruang tengah rumahnya. Hanya saja, penglihatannya belum pulih seperti sediakala. Aldi hanya bisa melihat benda dari jarak sekitar 15 sentimeter dari matanya. Itu pun bentuknya hanya bayang-bayang. Dwinanda, ibunda Aldi, mengatakan, putranya kadang bisa melihat jelas, kadang tidak. "Bergantung kondisi tubuhnya," katanya.

Meski belum sembuh benar, keceriaan Aldi sudah tumbuh lagi. Selasa (14/2) sore, dia bercanda dengan kakak dan ibunya. "Aku mau difoto kayak artis sinetron ya," kata Aldi sambil tertawa di sela-sela sesi fisioterapi rutin di rumahnya. Usai fisioterapi, dia belajar mata pelajaran sekolah di rumah. "Aldi kan sudah kelas VI, jadi dia giat belajar meski harus saya bacakan," kata Dwinanda.

Berbahaya

Dokter Irawan Mangunatmadja, SpA (K) dari Divisi Neurologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI, RSCM, mengatakan, Guillain-Barre’ Syndrome bisa menyerang siapa saja di segala umur. Penyakit tak menular ini terjadi akibat infeksi virus pada susunan syaraf tepi. Dari sini, sistem kekebalan tubuh penderita terganggu. Pemicunya apa? Belum diketahui.

Tanda-tanda GBS, lanjut Irawan, adalah kelumpuhan (sementara) yang dimulai dari kaki lantas menjalar ke bagian atas tubuh. Penderita GBS tipe progresif cepat, bisa lumpuh dalam satu hari setelah merasa nyeri. Sementara itu, penderita GBS tipe progresif lambat akan lumpuh setelah tiga hari. Sindrom ini bisa mengakibatkan kematian jika otot napas ikut lumpuh dan saluran paru-paru terkena infeksi. Sebagian penderita penyakit ini bisa sembuh total. Sebagian lagi tetap akan mengalami gangguan mobilisasi meski sudah dinyatakan sembuh. Ya, perjuangan untuk sembuh dari GBS sering kali panjang.

Keluarga berjuang

Perjuangan itu tidak hanya milik penderita, melainkan juga keluarganya. Zulkarnain mesti pontang-panting mengumpulkan uang untuk kesembuhan putrinya. Maklum, penyembuhan GBS sangat menguras kantong. "Satu hari saya bisa keluar uang Rp 10 juta untuk membeli obat Immunne Globulin, belum termasuk biaya ruang ICU Rp 3 juta," katanya.

Zulkarnain harus berutang ke rumah sakit, keluarga, dan teman-teman. Untunglah, akhirnya Shafa mendapat bantuan biaya pengobatan dari para dermawan sehingga seluruh utang tersebut bisa dilunasi. Selanjutnya, biaya pengobatan Shafa ditanggung pemerintah hingga sekarang. Di luar urusan duit, Zulkarnain juga berjuang mengembalikan mental Shafa. "Saya kadang memberi kejutan-kejutan manis seperti membeli jaket angry birds kegemaran Shafa. Saya ajak ngobrol dia dan beri perhatian. Dengan begitu, Shafa tidak pernah merengek minta pulang dari rumah sakit."

Dwinanda mengalami hal yang sama. Untuk membeli 35 botol Immunne Globulin selama masa perawatan Aldi di rumah sakit, keluarga Dwinanda mengeluarkan Rp 107 juta. "Belum ditambah biaya rumah sakit. Rasanya, uang berapa pun yang kita punya akan habis untuk beli Globulin," ujarnya.

Meski kepala pusing dan hati sedih, Dwinanda pantang memperlihatkan kesedihan kepada Aldi. "Kalau kita kelihatan sedih, mental Aldi bisa down. Kalau sudah tidak tahan, ya saya lari ke kamar mandi dan nangis," tambah Dwinanda sambil tersenyum.

Dwinanda juga tidak lupa membesarkan hati anak keduanya itu dengan mengatakan, "Kita sekarang sedang mendaki gunung berkerikil tajam. Tapi, seperempat jalan lagi kita sampai di puncak. Jadi, mari kita sabar."

Kini, Dwinanda aktif di komunitas GBS. Lewat komunitas ini mereka berbagi informasi apa pun soal Guillain-Barre’ Syndrome. "Sebelumnya, saya merasa sendirian. Ternyata banyak juga orangtua lain yang anaknya menderita GBS, bahkan lebih parah dari anak saya," ujar Dwinanda.
health.kompas.com

Produk dan Peralatan kesehatan yang Anda butuhkan :
PERLENGKAPAN OLAHRAGA
PERALATAN MEDIS

Share this article :

Copyright © 2013. Medical Line | Template by Full Blog Design | Proudly powered by Blogger
Medical Line